by

Krisis Global, Kenaikan Harga BBM dan Demonstrasi Mahasiswa

Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam ( PB-HMI) menyerukan untuk menggelar aksi demonstrasi secara serentak diseluruh tanah air . Demonstrasi itu menyuarakan penolakan dan memberikan rekomendasi. Penolakan utamanya terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Bio –Solar ,pencabutan tariff listrik dasar.

Selain itu PB-HMI juga merekomendasikan perbaikan tata niag penerima BBM Besumsidi, pengalihann windfall komoditi tertentu ke subsidi BBM, transisi enerji fosil ke enerji terbarukan dan pemberantasan Mafia migas Sebagian besar tuntutan dan rekomendasi yang disampaikan oleh HMI kepada pemerintah, tentunya sangat baik, terlepas apakah tuntutan itu dapat diimplementasikan dalam jangka pendek ini, terutama dalam kondisi, ekonomi finasial dunia yang sangat sulit saat ini.

Persoalan Menahun Tata-Kelola BBM

Persoalan tata-kelola subsidi BBM di Indonesi yang kaya akan sumberdaya alam ini selalu menjadi isu strategis pada setiap pemerintahan sejak masa Orde Baru hingga masa pemerintahan yang sering berganti pada masa reformasi. Isu pengurangan dan pencabutan subsidi BBM menjadi makanan empuk bagi utamanya mahasiswa untuk menggelar aksi demonstrasi.

Aksi mereka bisa dimengerti. Karena pemeritah sebelumnya lamban memperbaiki tata kelola BBM, membiarkan atau bahkan terlibat oknum kartel enerji yang mengambil keuntungan illegal dari impor BBM yang menggantungkan kepada subsidi dari APBN, atau yang oleh HMI disebut sebagai mafia enerji.

Pemeritah terdahulu juga belum berhasil dalam mempercepat pembangunan transprotasi umum seperti Subway, Monorel, Kereta Api dan Bus yang akan mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi roda empat dan roda 2 ke transportasi umum. Pengalihan ini akan mengurangi jumlah penggunaan BBM secara signifikan dan menurunkan subsidi BBM.

Di kota-kota besar di dunia seperti Berlin, Washington, New York, London dan Tokyo transportasi umum yang baik diikuti dengan kebijakan yang membatasi penggunaan kendaraan pribadi di kota-kota besar ini menggurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mengurangi konsumsi BBM.

Persoalan kenaikan subsidi BBM ini juga tidak akan begitu membebani APBN dan menjadi isu politik, jika kebijakan ini dibarengi dengan pembangunan kilang minyak (oil-refinary) di dalam negeri.

Sehingga kita bisa mengolah minyak mentah kita yang selanjutnya kita gunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan demikian jika kita tidak tunduk kepada mekanisme pasar, hasil minyak mentah kita diolah didalam negeri dan digunakan konsumsi dalam negeri.

Pengurangan konsumsi BBM juga akan menurun dratsis jika penggunaan enerji terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi, dan panas bumi secara masif sudah dan megalihkan penggunan enerji fosil minyak bumi yang yang dibeli dari impor dan diganjal dengan subsidi

Krisis Global dan Dilema Menaikkan Harga BBM.

Saat ini dunia yang kita huni menghadapi ancaman tiga krisis; krisis pangan, krisis finasial dan krisis enerji. 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, 345 juta terancam kekurangan pangan dan kelaparan.

Krisis ini disebabkan oleh belum pulihnya perekonomai pasca Pandemi Covid 19 , Perang Rusia Ukraina dan juga masalah perubahan iklim. Kelangkaan karena terganggunya pasokan akibat perang telah mengakibatkan kenaikan berbagai komoditi termasuk BBM.

Krisis ini telah menyebabkan 107 negara terdapak krisis. 60 Negara diprediksi bangkrut. Salah satunya adalah Sri Lanka yang bangkrut karena kegagalan negara ini dalam membayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar AS (Rp 764,79 triliun).

Selain itu pemerintah juga kehabisan dollar, sehingga tidak mampu membiayai impor barang-barang pokok termasuk BBM. Indonesia bukannlah Sri Lanka.

Presiden Jokowi menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia akan kuat menghadapi krisis ini, karena Indonesia mampu menahan inflasi sebesar 4,9%, jauh diantara negara-negara ASEAN yang inflasinya 7%. Saat ini APBN Indonesia juga surplus 106%.

Ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% pada kuartal II tahun ini. Neraca Perdaganagn surplus 364 Trilyun. Prestasi Indonesia saat ini berdiri diatas hutang luar negeri hampr Rp 7000 trilyun atau tepatnya Rp6.919,15 triliun hingga akhir Januari 2022.

Sebagian dari hutang ini adalah untuk membiayai sumsidi BBM. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan jika harga BBM Pertalite dan Bio Solar tidak dinaikkan akan meningkatkan subsidi sebesesar 198 trilyun hingga berjumlah 700 Trilyun.

Angka ini berasal dari subsidi Pertalite Rp 6,500 dan biosolar 13.000 per-liter yang merupakan selisih harga jual dan harga keekonomian.

Pemeritah menyadari bahwa menaikkan harga BBM bukan pilihan yang mudah. Oleh karena itu pemeritah hari ini masih menahan kenaikan harga Pertalite dan Bio-Solar, yang artinya mengganjal dengan ratusan trilyun subsidi.

Pemeritah juga menyadari bahwa kenaikan harga BBM akan memicu inflasi, Lionel Priyadi dari Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia memperkirakan inflasi dapat melonjak hingga kisaran 7% jika pemerintah menaikkan harga BBM Solar dan Pertalite secara bersamaan.

Tetapi jika hanya Pertalite yang dinaikkan akan menyebabkan inflasi 6%. Artinya kenaikan BBM akan menaikkan inflasi lebih dari 2% dari tingkat infklasi, 4,9% saat ini yang dibangga-banggakan presiden karena dibawah negara-negara ASEAN.

Dampak yang serius adalah inflasi harga pangan yang akan dirasakan oleh masyarakat bawah di desa, termasuk yang tidak pernah merasakan subsidi BBM yang sebelumnya dinikmati oleh orang-orang kaya yang memiliki mobil dan motor.

Di sisi lain, jika pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite, 700 Trilyun uang negara akan digunakan untuk mengganjal subsidi BBM ini. Pertanyaan selanjutnya adalah sejauhmana Indonesia akan kuat bertahan dalam pemberian subsidi yang menyedot biaya sebesar itu?

Apakah angka sebesar itu tidak mengganggu kewajiban negara dalam membayar cicilan hutang yang menumpuk sebesar Rp 7,000 trilyun ?.

Apakah dana yang digunakan untuk subsidi tidak menggangu realisasi proyek-proyek strategis pemerintah seperti pembanguna Ibu Kota Negara (IKN) baru yang akan menyedot Rp 500 an trilyun pelaksanaan Pemilu serentak yang mamakan anggaran 76 Trilyun, selain proyek-proyek infrastruktur yang terus dilanjutkan dan belanja rutin.

Hingga hari ini harga BBM , Pertalite dan Biosolar belum naik. Artinya pemerintah masih pede mengganjal subsidi BBM yang jumlahnya 700 trilyun.

Presiden dan seluruh anggota kabinet sangat menyadari bahwa seluruh masyarakat Indonesia dan tentu pemerintah tidak ingin seperti Sri-lanka yang bangkrut karena tidak bisa membayar hutang dan kehabisan mata uang dollar.

Karena krisis finansial ini pasti akan berbuntut kepada krisi politik seperti yang terjadi pada masa reformasi 1998. Kita bisa memahami dan mengerti tuntutan dan rekomendasi dari PB-HMI.

Namun demikian kita termasuk kaum intelektual seperti mahasiswa juga harus bijak memahami dilema harga BBM bersubsidi. Apakah akan dinaikkan atau tidak.

Saat ini pemeritah sedang mengkalkulasikan untung rugi menaikkan harga BBM dari bergabai perspektif, finasial, ekonomi, social dan politik.

Pemerintah menjadi peanggungjawab utama dalam keputusan ini. Semoga keputusan pemeritah nanti merupakan keputusan yang bijak untuk kepentingan masayarakat dan negara.

Penulis :  Dr. Sri Yunanto ( Dosen Magister Ilmu Politik , FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta)